CTCS dan Kontribusi bagi Negeri

CTCS, akronim dari Center for Tobacco Control Studies adalah lembaga penelitian yang berfokus pada pengendalian tembakau dalam tataran lokal, nasional dan internasional dan berkedudukan di Banda Aceh. Lembaga ini terbentuk dari keprihatinan sejumlah akademisi  Universitas Syiah Kuala dan beberapa praktisi dari berbagai keilmuan yang jengah akan tingginya jumlah perokok di ruang publik Aceh termasuk di lembaga pendidikan, seperti kampus dan mulai menggulirkan ide untuk mendirikan sebuah lembaga yang konsisten dalam mengkaji, meneliti dan mengedukasi masyarakat dan khususnya petani tembakau di Aceh untuk secara bersama hidup tanpa dampak negatif tembakau.

Melalui akta Notaris dan Kemenkumham, CTCS resmi berdiri pada tanggal 11 November 2011 dan tampil sebagai lembaga yang mengkhususkan diri pada kajian tembakau serta memiliki kantor di Toko Buku Guruminda Darussalam. Seiring waktu, CTCS bertransformasi di bawah kantor ICAIOS, Wisma PPSIB Universitas Syiah Kuala, Darussalam, Banda Aceh.

CTCS mulai melebarkan sayap dengan membuat website resmi di www.ctcs.acehresearch.org serta sosial media di Facebook : CTCS.Aceh dan Twitter : Tobacco Control @ctcsfctc sebagai sarana promosi, sosialisasi dan konsolidasi dengan berbagai elemen yang memiliki kesamaan visi dan misi dengan CTCS di Aceh.

Secara struktural, CTCS memiliki Direktur/ketua, sekretaris, bendahara, serta tim/divisi khusus yang mengakomodir secara general tentang Riset, Advokasi dan Edukasi. CTCS saat ini dipimpin oleh Ibu Rizanna Rosemary, seorang praktisi ilmu komunikasi dan akademisi Universitas Syiah Kuala, dan pada 2015 akan melakukan pergantian kepengurusan baru serta diharapkan akan membawa CTCS sebagai lembaga yang kompeten dalam melakukan riset dan edukasi atas pengendalian tembakau di Aceh dan Indonesia.

KIPRAH CTCS di Banda Aceh

  1. CTCS diundang dan bekerjasama dengan Dinkes Kota Banda Aceh untuk merumuskan draft Perwali Kawasan Tanpa Rokok (KTR) Kota Banda Aceh. CTCS dimasukkan sebagai Coorporate Social Organization (CSO) yang mendukung Perwali ketika mulai diberlakukan di akhir Desember 2011 (Perwal No. 47/2011 tentang KTR),
  2. Mulai membuka jejaring dengan lembaga lain yang aktif di pengendalian rokok di Aceh seperti Politeknik Aceh dan CSO lainnya,
  3. Bersama ICAIOS menyiapkan proposal Grant Bloomberg Initiative on Tobacco Control yang dibuka dua kali setiap tahun,
  4. Menyelenggarakan Hari Tanpa Tembakau Sedunia di tahun 2012, 2013, 2014 dan 2015 dengan membangun kerjasama bersama elemen mahasiswa, komunitas dan lembaga pemerintahan/swasta seperti : Rumah Zakat Aceh, Komunitas Aneuk Aceh Anti Rukok (A3R), Himakep PSIK STIKes-YHB, Himapsi Psikologi Unsyiah, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Serambi Mekkah, Universitas Muhammadiyah, PKBI, dan sejumlah lembaga lain dengan melakukan aksi longmarch dan penandatanganan petisi dukungan terhadap FCTC untuk Indonesia. Selain itu, CTCS juga memprakarsai pembuatan film dokumenter tentang kondisi perokok muda di Banda Aceh yang didukung oleh Benang Merah Production (BMP) FISIP Unsyiah pada tahun 2012,
  5. CTCS melakukan perekrutan volunteer dan publikasi di surat kabar Serambi Indonesia, seperti press release dan artikel Opini yang mengangkat issue rokok dan tembakau,
  6. Bekerjasama dengan radio Rumoh PMI dalam Live Talk Show 30 Menit tentang rokok dalam berbagai perspektif saban Selasa Pagi, dan
  7. Dialog interaktif tentang upaya pengendalian rokok di Aceh TV.

KIPRAH CTCS di Indonesia

  1. Ibu Rizanna, selaku Direktur CTCS, mendapat kehormatan atas undangan menghadiri meeting rutin dari Indonesian Tobacco Control Network (ITCN) oleh TCSC-IAKMI di Jakarta,
  2. Direktur dan tim CTCS diundang untuk menghadiri workshop nasional tentang isue pengendalian rokok,
  3. Mendapat undangan menghadiri Workshop Signifikansi Pajak Rokok untuk Kesehatan pada Oktober 2013,
  4. Mendapat undangan menghadiri Workshop Peran Perguruan Tinggi dalam Pengendalian Tembakau di Jakarta pada Mei 2014,
  5. Mendapat undangan menghadiri Workshop Penerapan Pictorial Health Warning (PHW) pada kemasan rokok di Jakarta pada November 2014. Hasil workshop menghasilkan kepercayaan pada CTCS untuk menyelenggarakan survey PHW I yang disponsori oleh FKM Universitas Indonesia dan SEACTA. Survey dilakukan pada Agustus oleh CTCS dan ICAIOS,
  1. Mendapat undangan menghadiri Konferensi MTCC dan Workshop PHW II di Yogyakarta dan Jakarta, di April 2015. Survey PHW II disponsori oleh The Union dan TCSC-IAKMI, dan dilaksanakan oleh CTCS,
  1. Mendapat undangan menghadiri Workshop Project Management on Tobacco Control di Bali, di Mei 2015,
  2. Mendapat undangan menghadiri Workshop MPOWER, pada Mei 2015.

KIPRAH CTCS di Regional dan Internasional

  1. Riset CTCS diterima untuk presentasi dalam 10th Asia Pacific on Tobacco Control (APACT) pada 18-25 Agustus 2013 di Jepang
  2. Direktur CTCS, Ibu Rizanna bersama Kadinkes Gayo Lues menghadiri visit study tentang pengelolaan pajak rokok untuk kesehatan di Bangkok, Thailand pada Agustus 2013,
  3. CTCS diundang untuk menghadiri kegiatan Leadership Program on Global Tobacco Control di John Hopkins School of Public Health, Baltimore, USA pada Juni 2015 dan akan berangkat pada tahun 2016. Kegiatan ini untuk mengapresiasi insan yang berkontribusi pada pengendalian rokok di daerah maupun nasional, yang dinominasikan oleh The Union, The Tobacco Free Kid dan JHSPH.

(Admin)

Dr. Bate Iskandar – Stop Merokok dan Bangun Agro Industri

Stop Merokok dan Bangun Agro Industri

Tertarik dengan tulisan ibu Rizanna Rosemary  “ Jepang Ogah Dijajah Rokok”  di harian Serambi Kamis, tanggal 22 Agustus 2013

Syukurlah semangat ogah dijajah rokok , karena Jepang pernah dijajah Amerika sehabis perang dunia II dan merupakan perokok besar dunia ,( Japan is one of the highest tobacco-consuming nations) , dan tentu dibelakang ini ada Japan Tobacco Inc, salah satu raksasa fabrik rokok dunia tapi sebagai bangsa besar, pemerintah Jepang keluarkan peraturan antara lain pembatasan umur (diatas 18 tahun) untuk boleh beli rokok , area larang merokok dll  menuju bebas rokok.  kesadaran akan pentingnya kesehatan diri sendiri , keluarga dan masyarakat sekitarnya .jadi membangkitkan tanggung jawab sebagai bangsa maju dunia.

Dinegara maju USA, EU, Australia, New Zealand, Singapore, Korea Selatan, Taiwan dll angka perokok menurun dari tahun ke tahun, mereka sadar kerugian  kesehatan akibat merokok.

Tapi Industri rokok besar dunia menyerang ke Negara berkembang, menggoda dengan packaging rokok yang menarik, reklame yang besar dengan gambar penampilan hebat dan jaya, godaan untuk anak anak yang mau menjadi “dewasa”, pemikiran anak anak kalau aku besar aku merokok, dalam ilmu jiwa disebut process identification, jadi anak anak sering meniru tanpa mampu memakai ratio, malkumlah namanya anak anak.

Dalam asap rokok  ada jenis kimia yang akan merusak kesehatan kita secara pelan pelan , antara lain carbon monoxide( CO), yang kuat mengikat oxygen sehingga jaringan/sel sel badan kita akan terganggu mendapat oxygen,  VOC- volatile organic compound bagian yang sangat racun dari nikotin. PAH (polycyclic aromatic hydrocarbons) penyebab kanker,dll.dan para ahli sudah membuktikan rokok dengan label “Lights,” “Milds,” or “Low-tar,”  tidak mengurangi risiko kesehatan akibat nicotine, tar dan penyebab kanker, inipun tidak bisa dihindari dengan adanya filter yang dibuat dari cellulose acetate

 

Apa kita di Aceh bisa bebas rokok ? tanpa ragu jawabannya bisa karena :

1) Bulan puasa selama 30 hari ini yang bebas rokok , ini merupkan pelatihan dan
andalan kuat bahwa Aceh sanggup bebas rokok.
2) kita tahu bahwa semua perokok actif maupun pasif  akan dapat penyakit akibat
rokok puluhan tahun kedepan dan  ini  juga bagi perokok pasif.  Mengapa yang
pasif kena getahnya karena asap rokok masih tetap diruangan  2,5 jam walaupun
dibuka jendela dan tidak ada asap atau tercium bau rokok.

3) Kita bukan produksen tembakau, kertas rokok , essen rokok, filter rokok,
bandrol rokok ,. Kita sadar, kita keluarkan duit untuk orang dan yang kita bakal
dapat adalah penyakit untuk semua anggota keluarga dimasa datang, dan
mengotor lingkungan oleh filter rokok (sampah ini ) baru biodegradasi dalam
10-15 tahun.

Kita bertanya apa ada solusi yang produktif buat para perokok ?

Ada, ini khusus buat Aceh, katakan di Aceh ada 500,000 penduduk yang merokok satu bungkus sehari, ini berarti 500,000 x Rp. 12,000 = 6 milliard/hari atau 6 x 30 hari = Rp.180 milliard/bulan atau 12 x Rp. 180 M = Rp.2,16 T/tahun
Jadi kita tahu betapa besar duit yang tidak kita manfaatkan, duit ini bisa dijadikan modal rakyat membangun Aceh.

Teman teman dunia Aceh yang dulu datang membantu  pasca tsunami dan para donator akan beri hormat, hargai dan kagumi  Aceh stop rokok dan duit rokok untuk pembangunan.  Di mata dunia Aceh  akan setaraf dengan Negara maju yang sadar kesehatan dan  sadar lingkungan sehat  dan  Aceh adalah nomor satu termaju di Indonesia.

Solusinya :

1) tidak merokok, uang rokok disimpan di bank sebagai ” Nasabah rokok”
ini patriotis dan motivasi untuk Aceh Maju diabad ke 21.
2) dana raksasa yang  terkumpul ini dipakai  membangun misalnya
kilang padi modern (KPM), Aceh memperoduksi 2 juta ton gabah/tahun,
sebagian “lari” keluar Aceh karena kita masih sangat kurang ada KPM,beras
KPM adalah beras  kelas 3A dengan  grading/ukuran yang sama panjang, bebas
dedak, bebas batu,dikilatkan,  tapi  kita beli beras putih kelas restoran /3A dari
luar (asal Aceh), kata orang  jual pisang beli pisang goreng.
3)  “nasabah rokok”  otomatis adalah pemilik saham difabrik Agro industry ini,
“nasabah rokok” mendirikan Perseroan Terbatas dan dengan duit rokok diatas
ini bisa dirikan 10 unit KPM ,jadi dalam 2 tahun kita sudah ada 20 unit KPM
hasil  from Aceh people to Aceh people  suatu Gerakan Aceh Maju.
4) “nasabah rokok” bergabung didaerah masing masing dan buat kompetisi
mendirikan fabrik  hasil pertanian di Aceh, kita mendongkrak petani dan beli
hasil agro industry kwalitas baik hasil Aceh sendiri.
5)  Insya Allah kita bisa memanfaatkan stop rokok ini, dan kita yakin
      “ where there is a will, there is a way”

. meminjam kata kata mutiara :

President John F. Kennedy Amherst,Massachusetts, October 26, 1963
“Ask not what your country can do for you…..ask what you can do for
your country”.

Dr. Bate Iskandar, alumni  Occupational Medicine Institute, Hamburg University,
e-mail: bate.stein@gmail.com

Proudly powered by WordPress
Theme: Esquire by Matthew Buchanan.